Sabtu, 14 Januari 2012

Filsafat Ibnu Sina


Ibnu sina yang lebih dikenal didaerah barat dengan nama AvicennaNama lengkapnya adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir padatahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang tuanya adalahpegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara ia dibesarkan sertabelajar falsafah kedokteran dan ilmu - ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluhtahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Qur’anseluruhnya. Dari mufasir Abu Abdellah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbinganmengenai ilmu logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry,Euclid dan Al-Magest-Ptolemus. Dan sesudah gurunya pindah iamendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitotelesyang murni dengan bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriterdari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab.

Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang -cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggianotodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelamiilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Barusetelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nyaAl-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yangterang benderang, bagaikan dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmumetafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yangsetia dari Al-Farabi

Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan ataspanggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulihkembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dandapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan buku - buku yang sukardidapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal,perpustakaan tersebut terbakar, maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwaia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dariperpustakaan itu .Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran,kedua duanya sama beratnya. Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanunfit-Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebabkitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis.

Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof dimasanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinilyang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintanggemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga RogerBacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakandalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafatAristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnyatersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dansangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan - peperangan yangmeraja lela di sebelah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan jugapujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai denganpenerangan dan keterangan yang luas.”

Ibnu Sīnādianggap sebagai Bapak dari pengobatan modern, dan pharmacology khususnya untukpengenalan sistematis eksperimen dan hitungan ke dalam studi fisiologi,penemuan itu menular dari sifat infeksius penyakit, pengenalan karantina untukmembatasi penyebaran penyakit menular, pengenalan percobaan obat-obatan,berdasarkan bukti-obat dan uji klinis[1].

KARYA-KARYAIBNU SINA

1. As- Syifa’ ( The Book of Recovery or TheBook of Remedy = Buku tentang Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan).

Bukuini dikenal didalam bahasa Latin dengan nama Sanatio, atau Sufficienta. Seluruhbuku ini terdiri atas 18 jilid, naskah selengkapnya sekarang ini tersimpan diOxford University London. Mulai ditulis pada usia 22 tahun (1022 M) danberakhir pada tahun wafatnya (1037 M). Isinya terbagi atas 4 bagian, yaitu :

1.1Logika (termasuk didalamnya terorika dan syair) meliputi dasar karanganAristoteles tentang logika dengan dimasukkan segala materi dari penulis -penulis Yunani kemudiannya.

1.2Fisika (termasuk psichologi, pertanian, dan hewan). Bagian - bagian Fisikameliputi kosmologi, meteorologi, udara, waktu, kekosongan dan gambaran).

1.3Matematika. Bagian matematika mengandung pandangan yang berpusat dari elemen -elemen Euclid, garis besar dari Almagest-nya Ptolemy, dan ikhtisar - ikhtisartentang aritmetika dan ilmu musik.

1.4Metafisika. Bagian falsafah, poko pikiran Ibnu sina menggabungkan pendapatAristoteles dengan elemen - elemennya Neo Platonic dan menyusun dasar percobaanuntuk menyesuaikan ide-ide Yunani dengan kepercayaan - kepercayaan.

Dalamzaman pertengahan Eropa, buku ini menjadi standar pelajaran filsafat dipelbagai sekolah tinggi.

2. Nafat, buku ini adalah ringkasan dari bukuAs-Syifa’.

3. Qanun, buku ini adalah buku lmu kedokteran,dijadikan buku pokok pada Universitas Montpellier (Perancis) dan UniversitasLourain (Belgia).

4. Sadidiyya. Buku ilmu kedokteran.

5. Al-Musiqa. Buku tentang musik.

6. Al-Mantiq, diuntukkan buat Abul HasanSahli.

7. Qamus el Arabi, terdiri atas limajilid.Danesh Namesh. Buku filsafat.

8. Danesh Nameh. Buku filsafat.

9. Uyun-ul Hikmah. Buku filsafat terdiri atas10 jilid.

10. Mujiz, kabir wa Shaghir. Sebuah buku yangmenerangkan tentang dasar - dasar ilmu logika secara lengkap.

11. Hikmah el Masyriqiyyin. Falsafah Timur(Britanica Encyclopedia vol II, hal. 915 menyebutkan kemungkinan besar buku initelah hilang).

12. Al-Inshaf. Buku tentang Keadilan Sejati.

13. Al-Hudud. Berisikan istilah - istilah danpengertian - pengertian yang dipakai didalam ilmu filsafat.

14. Al-Isyarat wat Tanbiehat. Buku ini lebihbanyak membicarakan dalil - dalil dan peringatan - peringatan yang mengenaiprinsip Ketuhanan dan Keagamaan.

15. An-Najah, (buku tentang kebahagiaan Jiwa)

16. dan sebagainya

DEFINISI FILSAFAT

Ibnu Sina, dalam salah satu karyanya mengungkapkan bahwa tafakkur, berpikir, dankontemplasi juga merupakan salah satu bentuk ibadah dan doa. Menurut Ibnu Sina,tafakkur dalam kerangka teoritis dan praktis (terapan) pada hakikatnya adalahbahwa manusia berakal mengulurkan tangannya kepada realitas mutlak yang mahasempurna untuk memohon agar hakikat, rahasia, dan ilmu atas segala sesuatutersingkap baginya[2].



PEMIKIRAN FILSAFATIBNU SINA

a. Filsafat jiwa

Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasankejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku - buku yang khusus untuksoal - soal kejiwaan ataupun buku - buku yang berisi campuran berbagaipersoalan filsafat.

Memang tidak sukar untuk mencari unsur - unsur pikiran yang membentukteorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran - pikiran Aristoteles, Galius atauPlotinus, terutama pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumberpikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyaikepribadian sendiri atau pikiran - pikiran yang sebelumnya, baik dalam segipembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.

Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasanlapangan kedokteran. Dalam segi metafisika terdapat kedalaman dan pembaharuanyang menyebabkan dia mendekati pendapat - pendapat filosof modern[3].

Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik padadunia pikir Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M,terutama pada Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon danDun Scot.

Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentangjiwa. Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut faham pancaran. Dari Tuhanmemancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langitpertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dariakal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawahbulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.

Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifatwajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jikaditinjau dari hakekat dirinya atau necessary by virtual of the necessarybeing and possible in essence.

Segi - segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagimenjadi dua segi yaitu :

1. Segi fisika yang membicarakan tentangmacam - macamnya jiwa (jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasankebaikan - kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain - lain dan pembahasan lainyang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.

2. Segimetafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwadengan badan dan keabadian jiwa.

Ibnu Sinamembagi jiwa dalam tiga bagian :

1. Jiwa tumbuh - tumbuhan dengan daya - daya:

- Makan

- Tumbuh

- Berkembang biak

2. Jiwa binatang dengan daya - daya :

- Gerak

- Menangkap dengan dua bagian :

* Menagkap dari luar dengan panca indera

* Menangkap dari dalam dengan indera -indera dalam.

- Indera bersama yang menerima segala apayang ditangkap oleh panca indera

- Representasi yang menyimpan segala apayang diterima oleh indera bersama

- Imaginasi yang dapat menyusun apa yangdisimpan dalam representasi

- Estimasi yang dapat menangkap hal - halabstraks yang terlepas dari materi umpamanya keharusan lari bagi kambing darianjing serigala.

- Rekoleksi yang menyimpan hal - halabstrak yang diterima oleh estimasi.

3. Jiwa manusia dengan daya - daya :

- Praktis yang hubungannya dengan badan Teoritisyang hubungannya adalah dengan hal - hal abstrak. Daya ini mempunyai tingkatan:

a. Akal materiil yang semata - mata mempunyaipotensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.

b. Intelectual in habits, yang telahmulai dilatih untuk berfikir tentang hal - hal abstrak.

c. Akal actuil, yang telah dapatberfikir tentang hal - hal abstrak.

d. Akal mustafad yaitu akal yang telahsanggup berfikir tentang hal - hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya.

Sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiwa tumbuh -tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya, maka orang itudapat menyerupai binatang, tetapi jika jiwa manuisa yang mempunyai pengaruhatas dirinya, maka orang itu dekat menyerupai malaekat dan dekat dengankesempurnaan.

Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri danmempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kaliada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh punjiwa manusia tidak mempunyai fungsi - fungsi fisik, dan dengan demikian takberhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwamasih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolongjiwa manusia untuk dapat berfikir.

B. Filsafat Wujud.

Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyaikedudukan diatas segala sifat lain, walaupun essensi sendiri. Essensi, dalamfaham Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal.Wujudlah yang membuat tiap essensi yang dalam akal mempunyai kenyataan diluarakal. Tanpa wujud, essensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebihpenting dari essensi. Tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telahterlebih dahulu menimbulkan falsafat wujudiah atau existentialisasi darifilosof - filosof lain.

Kalaudikombinasikan, essensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi berikut :

1. Essensiyang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ini disebut oleh Ibnu Sinamumtani’ yaitu sesuatu yang mustahil berwujud.

2. Essensiyang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud. Yang serupaini disebut mumkin yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pulatidak berwujud. Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudianada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.

3. Essensi yang tak boleh tidak mesti mempunyaiwujud. Disini essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujudadalah sama dan satu. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dankemudian berwujud, sebagaimana halnya dengan essensi dalam kategori kedua,tetapi essensi mesti dan wajib mempunyai wujud selama - lamanya. Yang serupaini disebut mesti berwujud yaitu Tuhan. Wajib al wujud inilah yangmewujudkan mumkin al wujud.

Dalam pembagian wujud kepada wajib dan mumkin, tampaknya Ibnu Sina terpengaruh oleh pembagian wujud paramutakallimun kepada : baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim).Karena dalil mereka tentang wujud Allah didasarkan pada pembedaan - pembedaan “baharu”dan “qadim” sehingga mengharuskan orang berkata, setiap orang yang adaselain Allah adalah baharu, yakni didahului oleh zaman dimana Allah tidakberbuat apa - apa. Pendirian ini mengakibatkan lumpuhnya kemurahan Allah padazaman yang mendahului alam mahluk ini, sehingga Allah tidak pemurah pada satuwaktu dan Maha Pemurah pada waktu lain. Dengan kata lain perbuatan-Nya tidakQadim dan tidak mesti wajib. Untuk menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu,Ibnu Sina menyatakan sejak mula “bahwa sebab kebutuhan kepada al-wajib(Tuhan) adalah mungkin, bukan baharu”. Pernyataan ini akan membawa kepadaaktifnya iradah Allah sejak Qadim, sebelum Zaman.

Dari pendapat tersebut terdapat perbedaan antara pemikiran paramutakallimin dengan pemikiran Ibnu Sina. Dimana para mutakallimin antara qadimdan baharu lebih sesuai dengan ajaran agama tentang Tuhan yang menjadikan alammenurut kehendak-Nya, sedangkan dalil Ibnu Sina dalam dirinya terkandungpemikiran Yunani bahwa Tuhan yang tunduk dibawah “kemestian”, sehinggaperbuatan-Nya telah ada sekaligus sejak qadim.

“PerbuatanIlahi” dalam pemikiran Ibnu Sina dapat disimpulkan dalam 4 catatan sebagaiberikut :

Pertama, perbuatan yang tidak kontinu (ghairi mutajaddid) yaituperbuatan yang telah selesai sebelum zaman dan tidak ada lagi yang baharu.Dalam kitab An-Najah (hal. 372) Ibnu Sina berkata : “yang wajib wujud(Tuhan) itu adalah wajib (mesti) dari segala segi, sehingga tidak terlambatwujud lain (wujud muntazhar) - dari wujud-Nya, malah semua yang mungkin menjadiwajib dengan-Nya. Tidak ada bagi-Nya kehendak yang baru, tidak ada tabi’at yangbaru, tidak ada ilmu yang baru dan tidak ada suatu sifat dzat-Nya yang baru”.Demikianlah perbuatan Allah telah selesai dan sempurna sejak qadim, tidak adasesuatu yang baru dalam pemikiran Ibnu Sina, seolah - olah alam ini tidak perlulagi kepada Allah sesudah diciptakan.

Kedua, perbuatan Ilahi itu tidak ada tujuan apapun. Seakan - akan telahhilang dari perbuatan sifat akal yang dipandang oleh Ibnu Sina sebagai hakekatTuhan, dan hanya sebagai perbuatan mekanis karena tidak ada tujuan sama sekali.

Ketiga, manakala perbuatan Allah telah selesai dan tidak mengandungsesuatu maksud, keluar dari-Nya berdasarkan “hukum kemestian”, sepertipekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan kehendak bebas.

Yang dimaksudkan dalam catatan ketiga ini yaitu Ibnu Sina menisbatkansifat yang paling rendah kepada Allah karena sejak semula ia menggambarkan“kemestian” pada Allah dari segala sudut. Akibatnya upaya menetapkan iradahAllah sesudah itu menjadi sia - sia, karena iradah itu tidak lagi bebassedikitpun dan perbuatan yang keluar dari kehendak itu adalah kemestian dalamarti yang sebenarnya. Jadi tidak ada kebebasan dan kehendak selagi kemestiantelah melilit Tuhan sampai pada perbuatan-Nya, lebih - lebih lagi padadzat-Nya.

Keempat, perbuatan itu hanyalah “memberi wujud” dalam bentuktertentu. Untuk memberi wujud ini Ibnu Sina menyebutnya dengan beberapa nama,seperti : shudur (keluar), faidh (melimpah), luzum(mesti), wujub anhu (wajib darinya). Nama - nama ini dipakai oleh IbnuSina untuk membebaskan diri dari pikiran “Penciptaan Agamawi”, karena iaberada di persimpangan jalan anatara mempergunakan konsep Tuhan sebagai “sebabpembuat” (Illah fa’ilah) seperti ajaran agama dengan konsep Tuhansebagai sebab tujuan (Illah ghaiyyah) yang berperan sebagai pemberikepada materi sehingga bergerak ke arahnya secara gradual untuk memperolehkesempurnaan.

Dalam empat catatan tersebut para penulis sejarah dan pengkritik IbnuSina selalu memahami bahwa Ibnu Sina menggunakan konsep pertama yaitu konsepTuhan sebagai “sebab pembuat”. Tidak terpikir oleh mereka kemunginanIbnu Sina menggunakan konsep kedua, yang menyatakan bahwa Tuhan tidak mencipta,tapi hanya sebagai “tujuan” semata. Semua mahluk merindui Tuhan danbergerak ke arahNya seperti yang terdapat dalam konsepsi Aristoteles tentangkeindahan seni dalan hubungan alam dengan Tuhan.



C. Falsafat Wahyu dan Nabi

Pentingnya gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang olehIbnu Sina telah diusahakan untuk dibangun dalam empat tingkatan : intelektual,“imajinatif”, keajaiban, dan sosio politis. Totalitas keempat tingkatan inimemberi kita petunjuk yang jelas tentang motivasi, watak dan arah pemikirankeagamaan.

Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad.Dari keempat akal tersebut tingkatan akal yang terendah adalah akal materiil.Ada kalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal materiil yang besar lagikuat, yang Ibnu Sina diberi nama al hads yaitu intuisi. Daya yang adapada akal materiil semua ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihandengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapatmenerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa ini mempunyai daya suci.Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia dan terdapat hanyapada nabi – nabi.

Jadi wahyu dalam pengertian teknis inilah yang mendorong manusia untukberamal dan menjadi orang baik, tidak hanya murni sebagai wawasan intelektualdan ilham belaka. Maka tak ada agama yang hanya berdasarkan akal murni. Namundemikian, wahyu teknis ini, dalam rangka mencapai kualitas potensi yangdiperlukan, juga tak pelak lagi menderita karena dalam kenyataannya wahyutersebut tidak memberikan kebenaran yang sebenarnya, tetapi kebenaran dalamselubung simbol – simbol. Namun sejauh mana wahyu itu mendorong ?. Kecualikalau nabi dapat menyatakan wawasan moralnya ke dalam tujuan – tujuan danprinsip – prinsip moral yang memadai, dan sebenarnya ke dalam suatu struktursosial politik, baik wawasan maupun kekuatan wahyu imajinatifnya tak akan banyakberfaedah. Maka dari itu, nabi perlu menjadi seorang pembuat hukum dan seorangnegarawan tertinggi – memang hanya nabilah pembuat hukum dan negarawan yangsebenarnya.



ANALISIS

Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yangpenting yaitu, Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti fahamfilsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagaipenerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sinamenarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiricenderung kepada pemikiran iluminasi.



PENUTUP

Ibnu Sina memiliki pemikiran keagamaan yang mendalam. Pemahamannyamempengaruhi pandangan filsafatnya. Ketajaman pemikirannya dan kedalaman keyakinankeagamaannya secara simultan mewarnai alam pikirannya. Ibnu Rusyd menyebutnyasebagai seorang yang agamis dalam berfilsafat, sementara al-Ghazalimenjulukinya sebagai Filsuf yang terlalu banyak berfikir.

MenurutIbnu Sina bahwa alam ini diciptakan dengan jalan emanasi (memancar dari Tuhan).Tuhan adalah wujud pertama yang immateri dan dariNyalah memancar segala yangada.

Tuhan adalah wajibul wujud (jika tidak ada menimbulkan mustahil), bedadengan mumkinul wujud (jika tidak ada atau ada menimbulkan tidakmujstahil).

Pemikiran Ibnu Sina tentang kenabian menjelaskan bahwa nabilah manusiayang paling unggul, lebih unggul dari filosof karena nabi memiliki akal aktualyang sempurna tanpa latihan atau studi keras, sedangkan filosof mendapatkannyadengan usaha dan susah payah



DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Ahmad, MA, 1986, PengantarFilsafat Islam, (Jakarta:Bulan Bintang)



http://nurulwatoni.tripod.com/FILSAFAT_IBNU_SINA.htm diakses pada tanggal 28 Oktober 2009


http://rumahislam.com/tokoh/3-ilmuwan/74-ibnu-sina.html diakses padatanggal 28 Oktober 2009






Ahmad Hanafi, MA, Pengantar Filsafat Islam,(Jakarta : Bulan Bintang), 1996, hal.125-126

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RION SAPUTRA © 2008 Template by:
faris vio